Kira-kira seminggu ini saya punya kebiasaan baru untuk menghabiskan waktu bersama suami sepulang dia dari kantor. Sebenarnya bukan kebiasaannya sih yang baru, kami memang selalu nonton sesuatu sepulang dia dari kantor, tapi seminggu ini tontonannya baru. Kami nonton This Is Us, serial drama NBC yang sudah sejak tahun lalu saya minta diunduhkan karena saya baca-baca katanya bagus, dan setelah nonton trailer-nya rasanya memang iya.
Sebenarnya
saya nggak pernah punya kriteria yang rumit untuk menyebut sebuah tontonan
bagus. Selama saya merasakan ‘sesuatu’ setelah nonton, berarti bagus. Dan waktu
nonton This Is Us, saya nggak cuma merasakan ‘sesuatu’, saya merasakan ‘sesuatu’
yang terlalu besar. Agak overwhelming bahkan kadang-kadang.
Untuk
memutuskan akan terus mengikuti serial atau nggak, biasanya saya butuh nonton beberapa
episode dulu. Tapi yang ini, saya baru nonton pilotnya saja sudah nangis
kecantol. Kalau ditanya serial ini sebenarnya tentang apa saya juga bingung
menjelaskannya, yang jelas serial ini rasanya akan relate-able untuk banyak
orang. Ada beberapa storyline di dalamnya yang kompleks tapi dirajut dan
dikaitkan satu sama lain dengan rapi jali. Ada cerita soal keluarga,
masalah-masalah dengan diri sendiri, relationship, pekerjaan, pencapaian,
intinya hal-hal besar dalam hidup lah.
Untuk
penyuka drama, saya lebih menyarankan nonton serial ini ketimbang serial drama
korea, karena cakupan dramanya lebih luas. Menurut saya This is Us dan drama
korea bisa jadi sama-sama bikin kita tersentuh, tapi di This Is us hal-hal yang
menyentuh itu lebih ‘besar’ dan riil. Bukan berarti drama korea nggak bagus sih,
cuma ya itu, kadang terlalu ‘jauh’ dan dreamy menurut saya.
Saya sulit
merasa terkait dengan Song Hye Kyo dan Mas-mas tentara ganteng di Descendant Of
The Sun, tapi saya merasa terkait sekali dengan tokoh-tokoh dalam This Is Us.
Dengan Kate misalnya, ketika ‘personal baggage’-nya mau tak mau selalu muncul
dalam hubungannya dengan Toby, dengan Randall yang punya strive for perfection
sampai kadang kepalanya sendiri mau pecah, dengan Kevin yang menemui low point
dalam hidup, atau membayangkan pernikahan akan selalu punya tantangan dari
waktu ke waktu seperti cerita Rebecca dan Jack.
Saya akan
menyarankan serial ini untuk semua orang, kecuali orang yang nggak punya
perasaan atau orang yang takut perasaannya ‘digelitikin’ hehe. Soalnya saya hampir
selalu nangis berkaca-kaca tiap kali nonton. Saya adalah orang yang
selalu nangis berkaca-kaca tiap kali merasakan sesuatu yang ekstrim,
entah itu super marah, super senang, super sedih, super bersyukur, super kaget,
atau super takut. Dan entah gimana caranya This Is us selalu menyajikan
momen-momen macam itu di tiap episode. Belum lagi kejutan-kejutan dalam
ceritanya yang kadang ‘menggemaskan’. Oh ya, untuk orang yang suka dibikin
penasaran, serial ini juga punya poin-poin penting yang benar-benar penonton
ingin tahu di episode-episode selanjutnya.
Selain
karena membuat saya merasakan banyak hal, saya juga suka This Is Us karena
pemilihan dan peletakan soundtrack-nya yang pas. Saya cukup kaget dengar lagunya
Sufjan Stevens di episode pertama. Kaget sekaligus senang, karena naruhnya pas.
Dan belakangan playlist saya selalu terisi lagu-lagu pengiring serial ini.
Ah singkat
dan sederhananya saya suka serial ini, ingin banyak teman nonton juga biar bisa bertukar cerita soal tokoh atau bagian cerita kesukaan. Saya sendiri
selalu suka Rebecca dan Jack karena bikin ingat orang tua, berterimakasih
untuk apa yang sudah mereka upayakan buat keluarga, juga bisa jadi pelajaran
buat saya, yang kalau Allah mengijinkan nanti akan punya anak-anak juga
(Amiiiiiiin).
Kalau kamu kalau kamu? Nonton giiihh hehehehe
Kalau kamu kalau kamu? Nonton giiihh hehehehe
Catatan:
Gambar dalam unggahan ini diambil dari nbc.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar