• Rabu, 29 Maret 2017

    5 Makanan Yang Sering Saya Beli Waktu Pulang Ke Malang


    Saya lahir dan besar di Malang, tapi saat ini tinggal di Jakarta. Setiap kali pulang ke Malang, saya selalu menyempatkan diri makan beberapa makanan. Selain karena kangen makan makanan tertentu yang tidak ada di Jakarta, juga karena beberapa makanan yang ada di Jakarta rasanya tak sama dengan yang di Malang.


    Nasi Pecel

    Malang dan Jakarta punya pemahaman yang berbeda soal kata "pecel". Di Malang (atau kebanyakan kota lain di Jawa Timur) "pecel" berarti sayuran rebus (tauge, daun singkong, kol, dll) yang diberi saus kacang. Boleh dibilang mirip dengan "gado-gado"-nya orang Jakarta, hanya tanpa telor rebus dan rasa saus kacangnya berbeda. Sementara di Jakarta "pecel" berarti ayam/bebek/lele goreng yang dimakan dengan tambahan sayur mentah (kol, timun, daun kemangi) dan sambal, di Malang sajian semacam itu lebih dikenal dengan nama "lalapan", bukan "pecel".

    Karena perbedaan ini, otomatis pula susah cari "pecel" yang sebenar-benarnya di Jakarta. Sebenarnya ini bisa diakali dengan membuat pecel sendiri di rumah, tapi buat saya pecel warung somehow selalu lebih enak ketimbang pecel homemade. Entah kenapa.

    Rekomendasi:
    Salah satu tempat makan nasi pecel yang terkenal di Malang itu Pecel Kawi, tapi saya pribadi jarang makan di sana karena personally lebih suka nasi pecel dekat rumah hehe. Pecel Kawi agak overrated menurut saya. Rasanya di Malang nggak sulit menemukan nasi pecel enak dan murah, cari saja penjual nasi pecel di area sekitar kampus yang banyak pembelinya, gitu aja hehe.


    Bakso/ Bakso Bakar

    Bakso menempati posisi yang tidak main-main di keluarga saya. Kami semua pecinta bakso. Bahkan tiap kali menghabiskan lebaran di rumah keluarga Ibuk, hampir bisa dipastikan ada bakso. Ketimbang opor, kami lebih milih bakso. Kalau kehabisan atau tak sempat belanja daging giling dan bikin bakso sendiri pun, kami pasti keluar rumah untuk sekedar "marung bakso".

    Selain itu Malang memang terkenal dengan baksonya. Banyak bakso enak di kota ini, bahkan bakso abang-abang yang keliling ke kampung-kampung pun kualitasnya oke, hampir sejajar dengan bakso di mall-mall Jakarta.

    Bicara soal bakso, kami sekeluarga punya bakso favorit masing-masing di Malang. Favorit saya dan yang sepertiinya masih belum ada di Jakarta ya bakso bakar. Tapi kalau boleh jujur sih sulit memilih bakso favorit, lha wong di sini memang banyak bakso enak hehehe.

    Rekomendasi:
    Bakso Bakar Pahlawan Trip, Bakso Bakar, Bakso Cak Toha, Bakso Cak Kar, dll.


    Gado-Gado

    Seperti yang sudah sempat saya singgung di atas, gado-gado Jakarta lebih mirip pecel buat orang Malang. Di Malang gado-gado sebenarnya juga berisi sayuran rebus dan mentah yang diberi saus kacang hanya saja isian sayurnya beda, ada selada, kentang, tomat, tempe, tahu, kacang panjang, telur rebus dan tauge. Saus kacangnya juga beda, gado-gado Malang rasa saus kacangnya lebih ringan, warnanya cokelat agak oranye sedikiit jadi cantik, beda dengan gado-gado Jakarta yang warna dan rasa saus kacangnya lebih ke arah rujak petis, tapi nggak terlalu petis.

    Rekomendasi:
    Ehmm apa ya, sepertinya nggak ada warung gado-gado yang terkenal gitu, tapi selama ini sih yang saya makan belinya di Tom Gado-Gado dan Warna-Warni (bawaan dari SMA hehe)


    Pangsit Mie

    Pangsit mie di Malang hampir sejenis dengan bakmi atau mie ayam di Jakarta. Isinya mi panjang yang di rebus, ditambah sayuran dan kerupuk pangsit. Tapi menurut saya rasanya beda sekali dengan bakmi dan mie ayam. Pangsit mie lebih enak, gimana ceritanya saya juga bingung sih, susah menjelaskannya.

    Mungkin perbedaan signifikan ada di kuah dan taburan ayamnya ya. Kuah pangsit mie lebih tasty, dicampur segala macam minyak (minyak sayur, minyak wijen dll) dan punya rasa kaldu yang lebih kuat. berbeda dengan kuah bakmi yang cukup polos, dan beda juga dengan kuah mie ayam yang hampir cokelat dan agak too much. Mie Pangsit kuahnya pas di tengah. Taburan ayam di mie pangsit juga nggak begitu terlihat bentuknya seperti bakmi atau mie ayam yang ayamnya dipotong kecil-kecil dadu. Taburan mie pangsit hampir seperti serbuk kasar, dicampur bawang goreng, seledri dan daun bawang, surga sekali lah pokoknya.

    Rekomendasi:
    Pangsit Mie Bromo, dan pangsit mie gerobak di pojok halaman Malang Plaza, entah apa namanya tapi dia enak, murah dan banyak.


    Sempol

    Nah yang terakhir ini sebenarnya cemilan sih. Saya kenal sempol sekitar tahun 2014/2015 mungkin, termasuk jajanan yang masih baru lah di Malang. Sempol itu semacam cilok, yang disate, lalu digoreng dengan lapisan telur, dimakan dengan semacam saus kacang. Sempol ini sebenarnya bisa dibilang cemilan yang lumayan minim gizi tapi dia enak banget dan nggak ada di Jakarta jadi harus dibeli banget memang kalau pulang ke Malang.

    Rekomendasi:
    Sebenarnya saya nggak tahu Sempol mana yang enak, yang paling enak yang pernah saya coba sih waktu itu belinya di Coban Talun, tapi rasanya kok terlalu jauh kalau harus pergi ke sana hanya untuk makan sempol. jadi sepertinya yang di pinggir-pinggir jalan saja cukup, toh beda rasanya nggak signifikan.


    Nah itu sih makanan-makanan yang penting dibeli buat saya kalau sedang di Malang. Banyak makanan lain seperti rawon, rujak cingur, tahu telor, dll, tapi karena di Jakarta ada beberapa warung dan resto yang menjual makanan khas Jawa Timur jadi saya nggak terlalu kangen.



    Catatan:
    Gambar dalam unggahan ini diambil dari bentara.id, trip advisor, dan merdeka.com

    Jumat, 03 Maret 2017

    Tentang This Is Us :)



    Kira-kira seminggu ini saya punya kebiasaan baru untuk menghabiskan waktu bersama suami sepulang dia dari kantor. Sebenarnya bukan kebiasaannya sih yang baru, kami memang selalu nonton sesuatu sepulang dia dari kantor, tapi seminggu ini tontonannya baru. Kami nonton This Is Us, serial drama NBC yang sudah sejak tahun lalu saya minta diunduhkan karena saya baca-baca katanya bagus, dan setelah nonton trailer-nya rasanya memang iya.

    Sebenarnya saya nggak pernah punya kriteria yang rumit untuk menyebut sebuah tontonan bagus. Selama saya merasakan ‘sesuatu’ setelah nonton, berarti bagus. Dan waktu nonton This Is Us, saya nggak cuma merasakan ‘sesuatu’, saya merasakan ‘sesuatu’ yang terlalu besar. Agak overwhelming bahkan kadang-kadang.

    Untuk memutuskan akan terus mengikuti serial atau nggak, biasanya saya butuh nonton beberapa episode dulu. Tapi yang ini, saya baru nonton pilotnya saja sudah nangis kecantol. Kalau ditanya serial ini sebenarnya tentang apa saya juga bingung menjelaskannya, yang jelas serial ini rasanya akan relate-able untuk banyak orang. Ada beberapa storyline di dalamnya yang kompleks tapi dirajut dan dikaitkan satu sama lain dengan rapi jali. Ada cerita soal keluarga, masalah-masalah dengan diri sendiri, relationship, pekerjaan, pencapaian, intinya hal-hal besar dalam hidup lah.

    Untuk penyuka drama, saya lebih menyarankan nonton serial ini ketimbang serial drama korea, karena cakupan dramanya lebih luas. Menurut saya This is Us dan drama korea bisa jadi sama-sama bikin kita tersentuh, tapi di This Is us hal-hal yang menyentuh itu lebih ‘besar’ dan riil. Bukan berarti drama korea nggak bagus sih, cuma ya itu, kadang terlalu ‘jauh’ dan dreamy menurut saya.

    Saya sulit merasa terkait dengan Song Hye Kyo dan Mas-mas tentara ganteng di Descendant Of The Sun, tapi saya merasa terkait sekali dengan tokoh-tokoh dalam This Is Us. Dengan Kate misalnya, ketika ‘personal baggage’-nya mau tak mau selalu muncul dalam hubungannya dengan Toby, dengan Randall yang punya strive for perfection sampai kadang kepalanya sendiri mau pecah, dengan Kevin yang menemui low point dalam hidup, atau membayangkan pernikahan akan selalu punya tantangan dari waktu ke waktu seperti cerita Rebecca dan Jack.

    Saya akan menyarankan serial ini untuk semua orang, kecuali orang yang nggak punya perasaan atau orang yang takut perasaannya ‘digelitikin’ hehe. Soalnya saya hampir selalu nangis berkaca-kaca tiap kali nonton. Saya adalah orang yang selalu nangis berkaca-kaca tiap kali merasakan sesuatu yang ekstrim, entah itu super marah, super senang, super sedih, super bersyukur, super kaget, atau super takut. Dan entah gimana caranya This Is us selalu menyajikan momen-momen macam itu di tiap episode. Belum lagi kejutan-kejutan dalam ceritanya yang kadang ‘menggemaskan’. Oh ya, untuk orang yang suka dibikin penasaran, serial ini juga punya poin-poin penting yang benar-benar penonton ingin tahu di episode-episode selanjutnya.

    Selain karena membuat saya merasakan banyak hal, saya juga suka This Is Us karena pemilihan dan peletakan soundtrack-nya yang pas. Saya cukup kaget dengar lagunya Sufjan Stevens di episode pertama. Kaget sekaligus senang, karena naruhnya pas. Dan belakangan playlist saya selalu terisi lagu-lagu pengiring serial ini.

    Ah singkat dan sederhananya saya suka serial ini, ingin banyak teman nonton juga biar bisa bertukar cerita soal tokoh atau bagian cerita kesukaan. Saya sendiri selalu suka Rebecca dan Jack karena bikin ingat orang tua, berterimakasih untuk apa yang sudah mereka upayakan buat keluarga, juga bisa jadi pelajaran buat saya, yang kalau Allah mengijinkan nanti akan punya anak-anak juga (Amiiiiiiin). 

    Kalau kamu kalau kamu? Nonton giiihh hehehehe



    Catatan:
    Gambar dalam unggahan ini diambil dari nbc.com
    COPYRIGHT © 2017 MANZILA | THEME BY RUMAH ES